Entri Populer

salju


makalah fermantasi hasil pertanian


FERMENTASI HASIL PERTANIAN
Sisa Pengendapan pati











Disusun oleh :

UPT SMK NEGERI 1 KALIANGET
TEKNOLOGI PENGOLAHAAN HASIL PERTANIAN
2010/2011
Bab I
PENDAHULUAN
1.1                latar belakang
Fermentasi adalah salah satu bagian dari bioteknologi yang menggunakan mikroorganisme sebagai pemeran utama dalam suatu proses. Industri fermentasi di nagara-negara maju sudah berkembang sedemikian pesatnya termasuk dalam produk hasil-hasil pemecahan atau metabolit primer oleh mikroba (asam, asam amino, protein sel tunggal), enzim dan sebagainya. Untuk mengembangkan industri fermentasi tersebut diperlukan pengetahuan dasar bioteknologi yang kuat, yang merupakan gabungan dari ilmu biokimia dan mikrobiologi, terutama fisiologi dan genetika mikroba, serta ilmu keteknikan dalam fermentasi. (Fardiaz, 1987)
Bakteri Acetobacter Xylinum tergolong famili Pseudomonadaceae dan termasuk genus Acetobacter. Berbentuk bulat, panjang 2 mikron, biasanya terdapat sel tunggal atau kadang-kadang mempunyai rantai dengan sel yang lain
Penggunaan Acetobacter Xylinum dalam penggunaan nata de mango ini karena bakteri ini mempunyai sifat yang spesifik. Bakteri ini mempunyai kemampuan untuk membentuk selaput tebal pada permukaan cairan fermentasi, yang ternyata adalah komponen menyerupai sellulosa (sellulosa material), komponen inilah yang lebih lanjut disebut nata.
Ubi kayu atau ketela pohon (singkong) merupakan salah satu tanaman ubi-ubian yang dapat digunakan sebagai sumber makanan pokok selain beras. Disamping,harga relatif murah, ubi kayu dapat tumbuh dimana saja sekalipun di daerah yang kurang subur asalkan beriklim tropis. Ubi kayu ini bisa langsung dijadikan bahan makanan, serta juga bisa digunakan sebagai bahan industri seperti industri farmasi, industri perekat dll. Banyak industri pengolahan ketela pohon di Indonesia yang mengolah limbah tidak dilakukan dengan baik bisa menimbulkan berbagai permasalahan bagi lingkungan sekitar diantaranya limbah cair sisa pengendapan pati dapat menyebabkan bau tidak sedap dan penyakit. Air sisa pengendapan pati ini sebenarnya mempunyai potensi menjadi bahan baku pada produksi nata dikarenakan kandungan karbohidrat tinggi dan zat-zat lain yang ada didalamnya.
Nata adalah makanan hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter Xylinum, membentuk gel yang mengapung pada permukaan media atau tempat yang mengandung gula dan asam. Selama ini masyarakat hanya mengetahui nata hanya bisa dibuat dari air kelapa. Oleh karena itu kami bermaksud memanfaatkan air sisa pengendapan pati sebagai bahan baku media pembuatan Nata de Cassava yang merupakan salah satu usaha diversivikasi produk hasil pertanian.
Pembentukan nata (polisakarisa ekstraselluler) diperlukan senyawa antara lain yaitu heksosa fosfat. Heksosa fosfat mengalami oksidasi melalui lintasan pentosa fosfat menghasilkan senyawa NADPH (senyawa penyimpan tenaga pereduksi) dan malepas CO2. Gas CO2 yang dilepas akan terhambat dan menempel pada mikrofibril sellulosa, sehingga sellulosa naik kepermukaan cairan (Meyer, 1960). Fosfat anorganik perlu ditambahkan kedalam medium karena bahan tersebut sangat diperlukan untuk memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Cuningham, 1978)
Sellulosa disintesis melalui reaksi bertahap UDPG dan Selodekstrin. Selodekstrin dihasilkan dari penggabungan UDP glukosa dengan unit Glukosa (Meyer, 1960)
Reaksi pembentukan Selodekstrin berlangsung terus sampai terbentuk senyawa, yang terdiri dari 30 unit glukosa dengan ikatan β-1,4. Selodekstrin bergabung dengan lemak dan protein. Proses tersebut merupakan proses antara dari UDP glukosa yang melibatkan enzim sellulosa sintesa (Moat, 1988).
Pembentukan polisakarida ekstrasellular (nata) dapat terjadi 24 jam setelah inkubasi dan meningkat dengan cepat 4 hari inkubasi, kemudian cenderung lambat pada hari berikutnya. Hal ini dikarenakan keasaman medium bertambah serta gula dalam substrat berkurang. ( Alaban, 1962)
 (Stainer, Doudoroff, Adelberg, 1963)












BAB II
METODOLOGI
1.1    ALAT
Adapun alat yang digunakan diantaranya adalah
Toples
        Kertas koran
Karet
1.2    BAHAN
Adapun bahan yang digunakan diantaranya adalah
 limbah cair sisa pengendapan pati
inokulum Acetobacter Xylinum,
asam asetat,
glukosa, dan ammonium sulfat. Variabel tetap yang digunakan adalah volume media fermentasi 250 ml, suhu fermentasi suhu kamar (28-30OC), ammonium sulfat 1gr dan volume starter 50 ml. Sedangkan variabel berubahnya adalah penambahan gula sebanyak 6%, 8%, 10%. pH 3, 4, 5 dan waktu fermentasi 12 hari

      1.3 DIAGRAM  ALUR

Limbah cair industri tapioka

Filtrasi                               Ampas

Filtrat diambil 250 ml
Gula 15 gr, 20 gr, 25 gr                                                       perebusan
Ammonium sulfat 1 gr                                                           30C

Medium untuk fermentasi

Pendinginan hingga 30oC


Pengaturan pH (3, 4, 5)

Asam asetat glasial
5ml, 8 ml, 10 ml


Inokulasi


Acetobacter Xylinum

Fermentasi (12 hari)
Medium untuk fermentasi

Perendaman nata (3 hari)
Medium untuk fermentasi


Pencucian nata
Medium untuk fermentasi

    
    Gula                                                           Perebusan nata

Medium untuk fermentasi




1.3    ALUR PROSEDUR

Pembuatan nata dari air limbah tapioka
Menyiapkan semua alat dan bahan, kemudian mensteril terlebih dahulu toples yang akan digunakan sebagai wadah fermentasi dengan cara membasahi toples dengan alkohol 70 % atau dengan air panas dan menjemur di bawah terik matahari hingga kering. Menyaring dan mengambil limbah cair industri tapioka sebanyak 250 ml sebagai medium tumbuh bakteri. Kemudian menambahkan gula pasir sesuai variabel yaitu sebanyak 15 gr, 20 gr, 25 gr dan Ammonium sulfat 1 gr sebagai nutrisi bakteri, kemudian memanaskan pada suhu 100oC selama 3 menit.menuangkan larutan tersebut ke dalam wadah fermentasi yang sudah steril kemudian mendinginkan dan menambahkan asam asetat glasial hingga tingkat keasaman 3, 4, dan 5.
Menginokulasi bahan yang sudah dingin dengan cairan bibit starter sebanyak 50 ml kemudian munutupnya dengan kertas koran dan menginkubasi selama 12 hari. Setelah 12 hari memanen dan menimbang nata yang telah jadi.
Perlakuan pasca fermentasi
Membersihkan nata de cassava yang telah jadi dengan cara membuang selaput yang menempel pada permukaan bawah. Memotong nata dengan ukuran 1x1 cm atau sesuai dengan selera, Merendam potongan nata dalam air selama 3 hari, dan mengganti air rendaman tiap harinya untuk membersihkan nata dari asam asetat yang terbentuk. Mencuci nata dengan air bersih bersamaan dengan penggantian air rendaman tersebut. Setelah 3 hari, merebus nata dalam air gula yang mendidih sambil mengaduknya sesekali. Menambahkan gula sesuai dengan selera. Mendiamkan nata selama kurang lebih 6-12 jam agar sirup gula meresap ke dalam nata.
Analisa kadar glukosa
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui kadar glukosa. Penentuan gula reduksi diukur dengan menggunakan metode Alkaline 3,5 Dinitrosolicilioc Acid (DNS).
Ambil 2 ml aquadest, 2 ml DNS, kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi kosong (sebagai larutan blanko). Ambil 2 ml larutan sampel, 1 ml aquadest, 1 ml DNS, kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi kosong dan diberi label. Tabung reaksi tersebut kemudian dipanaskan dalam beaker glass sampai terjadi reaksi antara glukosa dengan DNS kemudian didinginkan. Masing-masing tabung kemudian diukur Absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer pada 540 nm.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan suatu cara untuk mengenal mutu suatu produk yang dihasilkan melalui alat indra yang digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Uji ini disukai karena dapat dilaksanakan secara cepat dan langsung. Uji organoleptik dilakukan dengan mengambil jumlah panelis 10 orang. Uji yang dilakukan antara lain uji tekstur, warna, rasa, bau, dan kekenyalan dari nata de cassava.


























BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.2                HASIL

Tabel 1. Data Yield Nata de Cassava dan Nata dari Air
Tabel 1. Data Yield Nata de Cassava dan Nata dari Air Variabel
Yield Gula yang terkonversi menjadi
Nata de Cassava
(%)
Yield Pati yang terkonversi menjadi
Nata de Cassava
(%)
Yield Gula yang terkonversi menjadi
Nata dari Air
(%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
40,67
44,06
65,77
51,13
60,50
83,33
46,38
56,25
75,49
13,81
20,29
46,44
24,27
32,22
57,11
21,76
24,89
52,51
40,38
42,47
62,93
48,15
57,72
78,57
45,39
53,08
70,75
Variabel yang digunakan :
Variabel 1 → pH = 3, Gula = 6% Variabel 6 → pH = 4, Gula = 10%
Variabel 2 → pH = 3, Gula = 8% Variabel 7 → pH = 5, Gula = 6%
Variabel 3 → pH = 3, Gula = 10% Variabel 8 → pH = 5, Gula = 8%
Variabel 4 → pH = 4, Gula = 6% Variabel 9 → pH = 5, Gula = 10%
Variabel 5 → pH = 4, Gula = 8%


Tabel 2. Data Berat Nata de Cassava dan Nata dari Air

Variabel
Berat
Nata de Cassava
(%)
Berat
Nata dari Air
(%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
23,48
34,25
59,87
44,03
58,12
80,64
35,96
46,38
67,51
12,04
12,49
17,12
14,28
16,97
40,83
12,61
14,76
17,25



1.3                PEMBAHASAN

Pengaruh % Gula Terhadap Ketebalan Nata Pada Ph Tertentu Selama Waktu Fermentasi
pH 3
Hubungan ketebalan nata pada pH tertentu terhadap waktu fermentasi dengan variasi % berat gula didapat hasil bahwa penambahan gula 10% diperoleh nata yang paling tebal dibanding dengan nata yang dihasilkan dengan penambahan jumlah gula yang lain, sebagai contoh pada variabel 6 (gula=10%, pH=4) nata de cassava memiliki ketebalan terbesar yaitu 12 mm sedangkan nata dari air pada variabel yang sama memiliki ketebalan terbesar 8 mm. Hal ini disebabkan nata pada dasarnya dapat dihasilkan dari cairan fermentasi yang mengandung gula sebagai sumber carbon, dimana gula ini disintesis oleh bakteri Acetobacter Xylinum menjadi nata. Dengan penambahan gula kurang dari 10% maka sumber carbon tidak tersedia dalam jumlah cukup sehingga menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme bakteri, sehingga pertumbuhan bakteri Acetobacter Xylinum akan terhambat. Demikian juga halnya dengan penambahan gula lebih dari 10%, akan menyebabkan media terlalu pekat sehingga menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme bakteri, akibatnya kerja bakteri tidak optimal. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa nata paling baik dibuat dengan menambahkan gula 10%.
hubungan Ketebalan nata pada % berat gula tertentu terhadap waktu fermentasi dengan variasi pH didapat hasil bahwa pada pH = 4 diperoleh nata yang paling tebal dibanding dengan nata yang dihasilkan dengan pH yang lain. Dalam referensi hal 405, Tabel 42.5, “Teknologi Pengolahan Nira dan Air Buah Kelapa”, Puslit Perkebunan Manhat, Bandar kuala, Sumut disebutkan bahwa pH yang baik untuk pembentukan nata adalah sekitar 4 menurut Alaban (1962), sedang menurut Lapuz et al (1967) sekitar 5-5,5. Pada pH tersebut. pertumbuhan bakteri terseleksi yang menyebabkan Acetobacter Xylinum semakin sedikit mendapatkan mikroba lain dalam hal mendapatkan nutrien dari media untuk pertumbahannya. Selain itu, pada pH tersebut Acetobacter Xylinum unggul terhadap bakteri lain terutama bakteri pembusuk yang mengganggu pertumbuhan nata. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa nata yang paling baik dibuat pada pH=4, karena pada pH=4 dimana pH tersebut sesuai dengan range pH pembentukan nata yang disebutkan dalam referensi

Pengaruh penambahan pati pada air limbah tapioka terhadap produk nata ditinjau dari beratnya
Dari hasil perbandingan antara nata yang terbuat dari air limbah industri tapioka dengan nata yang terbuat dari air biasa menunjukkan hasil bahwa pada nata de cassava mempunyai ketebalan yang lebih besar daripada nata yang terbuat dari air, dimana pada nata de cassava memiliki ketebalan paling besar 12 mm dengan berat 80,64 gr, sedangkan pada nata yang terbuat dari air memiliki ketebalan hanya 8 mm dengan berat sebesar 40,83 gr. Hal ini dikarenakan pati yang terkandung di dalam air limbah tapioka yang digunakan untuk media fermentasi dapat menambah kadar glukosa dalam air limbah tersebut, karena pati mengandung karbohidrat, sehingga nata de cassava yang dihasilkan dapat lebih tebal daripada nata yang berasal dari air, yang sumber glukosanya hanya berasal dari gula saja.
Pengaruh penambahan pati pada air limbah tapioka terhadap produk nata ditinjau dari yield
Pengaruh penambahan pati juga dapat diketahui dari besarnya yield, dimana pada nata yang terbuat dari air yieldnya sebesar 40,38% (variabel 1), sedangkan pada nata de cassava yieldnya yang mula-mula hanya sebesar 40,67% (variabel 1) menjadi 54,48% karena mendapat tambahan kadar glukosa dari pati sebesar 13,81% (variabel 1). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan pati berpengaruh terhadap produk nata yang dihasilkan.
Hasil Uji Organoleptik
Hasil uji organoleptik yang dilakukan oleh 10 orang tentang warna, tekstur, kekenyalan, rasa, dan bau dari nata de cassava adalah sebagai berikut :
Warna nata putih keruh 10 orang, tekstur halus 6 orang dan kasar 4 orang, kekenyalan cukup 3 orang, kenyal 6 orang dan kurang kenyal 1 orang, rasa manis 8 orang dan 2 orang kurang manis, bau enak 10 orang. Dari hasil organoleptik diatas dapat disimpulkan bahwa hampir semua penelis menyukai nata de cassava yang dihasilkan.
Pada nata de cassava memiliki warna putih keruh jika dibandingkan dengan nata dari air yang memiliki warna putih susu atau lebih jernih, hal ini dikarenakan adanya perbedaan jenis bahan baku untuk proses pembuatan nata tersebut. Nata de cassava juga memiliki kekenyalan yang lebih padat, sedangkan nata dari air kekenyalannya lebih lunak, tetapi tekstur nata ini sama-sama halus dan memiliki bau yang sama enak.










BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
3.3 Kesimpulan
 Kondisi operasi yang optimum untuk pembuatan nata adalah pada penambahan gula sebesar 10 % dan pH=4, dimana pada kondisi tersebut dihasilkan nata de cassava dengan ketebalan paling besar yaitu 12 mm dan nata dari air dengan ketebalan 8 mm pada waktu fermentasi selama 12 hari. Dari hasil uji organoleptik diperoleh hasil sebagai berikut, pada nata de cassava memiliki warna putih keruh jika dibandingkan dengan nata dari air yang memiliki warna putih susu atau lebih jernih, nata de cassava juga memiliki kekenyalan yang lebih padat, sedangkan nata dari air kekenyalannya lebih lunak, tetapi tekstur nata ini sama-sama halus dan memiliki bau yang sama enak.
Pengaruh penambahan pati dapat dilihat dari besarnya yield, dimana pada nata yang terbuat dari air yieldnya sebesar 40,38% (variabel 1), sedangkan pada nata de cassava yieldnya yang mula-mula hanya sebesar 40,67% (variabel 1) menjadi 54,48% karena mendapat tambahan kadar glukosa dari pati sebesar 13,81% (variabel 1). Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan pati berpengaruh terhadap produk nata yang dihasilkan.

3.4 Saran
 pembuatan nata de cassava harus menggunakan peralatan dan media fermentasi yang steril, sehingga nata yang terbentuk tidak mudah terkontaminasi. Selain itu untuk memperoleh hasil nata yang baik maka ketika proses fermentasi berlangsung tidak boleh terkena goncangan karena akan mempengaruhi ketebalan nata yang terbentuk.









Anda baru saja membaca artikel yang berkategori makalah pertanian dengan judul makalah fermantasi hasil pertanian. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://prayusman.blogspot.com/2011/01/makalah-fermantasi-hasil-pertanian.html. Terima kasih!
Ditulis oleh: Penulis buta -

Belum ada komentar untuk "makalah fermantasi hasil pertanian"

Posting Komentar